Misteri Larangan Pembuatan Ogoh-Ogoh di Desa Adat Renon, Simak Penjelasannya!

bagikan

Larangan pembuatan Ogoh-Ogoh di Desa Adat Renon menimbulkan banyak pertanyaan dan misteri di kalangan masyarakat.

Misteri Larangan Pembuatan Ogoh-Ogoh di Desa Adat Renon, Simak Penjelasannya!

Tradisi yang biasanya menjadi bagian penting dalam perayaan Nyepi ini justru tidak diizinkan di desa tersebut. Apa alasan di balik keputusan ini? Apakah ada nilai sejarah, kepercayaan, atau aturan adat yang melatarbelakanginya? Simak penjelasan lengkapnya untuk memahami makna dan filosofi di balik larangan unik ini!

jersey timnas gratis  

Antusiasme Awal Warga Renon Pembuatan Ogoh-Ogoh

Pada awalnya, warga Desa Adat Renon juga sangat antusias dalam menyambut tradisi pembuatan Ogoh-Ogoh. Sekitar tahun 1985 atau 1986, ketika banjar-banjar di Kota Denpasar mulai membuat Ogoh-Ogoh untuk diarak pada Hari Pengerupukan, para pemuda banjar di Desa Adat Renon juga turut bersemangat. Mereka mencurahkan kreativitas dan menciptakan karya terbaik mereka.

“Para remaja saat itu sangat bersemangat membuat Ogoh-Ogoh. Ada yang membuat Ogoh-Ogoh raksasa, hansip, hingga babi. Warga bergotong royong dalam pembuatan Ogoh-Ogoh ini,” ungkap Bendesa Adat Renon, I Wayan Suarta, pada Kamis (17/2/2022).

Kejadian Gaib Pada Malam Pengerupukan

Namun, antusiasme warga Renon dalam membuat Ogoh-Ogoh harus pupus karena serangkaian kejadian aneh yang terjadi pada malam Pengerupukan. Beberapa warga melaporkan melihat Ogoh-Ogoh bergerak sendiri, mendengar suara tangisan dari Ogoh-Ogoh, dan mengalami kejadian-kejadian gaib lainnya.

Selain itu, pada malam yang sama, Ida Sesuhunan (Dewa yang dipuja) di Pura Dalem dan Ida Sesuhunan Baris China berencana untuk mesineb (kembali ke asal-Nya) setelah berada di Pura Bale Agung. Tradisi ini merupakan bagian dari upacara menyambut Hari Raya Nyepi.

Namun, secara tak terduga, Ida Sesuhunan di Pura Dalem dan Baris China tidak berkenan untuk mesineb. Hal ini ditandai dengan banyaknya orang yang kesurupan atau kerauhan.

Ayo Dukung Timnas Indonesia, agar lolos Piala Dunia. Nonton pertandingan timnas Indonesia GRATIS, Segera download! Aplikasi Tanpa Berlangganan

apk shotsgoal  

Bisikan Gaib dan Keputusan untuk Meniadakan Ogoh-Ogoh

Dalam situasi yang penuh kebingungan dan kekhawatiran, warga Desa Adat Renon mendapatkan pemuus atau pawisik (bisikan) dari Ida Sesuhunan. Bisikan tersebut berisi pesan agar warga tidak melakukan pawai Ogoh-Ogoh demi keselamatan bersama.

Warga dan pengurus desa pun sepakat untuk meniadakan pawai Ogoh-Ogoh. Setelah pawai ditiadakan, Ida Sesuhunan baru berkenan untuk mesineb. Sejak saat itu, Desa Adat Renon melarang warganya untuk membuat Ogoh-Ogoh demi keselamatan bersama.

I Wayan Suarta Mencoba Membuat Ogoh-Ogoh Lagi di Desa Adat Renon

Sepuluh tahun berlalu, sekitar tahun 1996, Suarta kembali mencoba merintis produksi Ogoh-Ogoh di desanya. Warga dan pemuda pusat kota Banjar sepakat melakukan Ogoh-Ogoh. Ogoh-ogoh tersebut dibangun di samping rumahnya, karena berdekatan dengan areal persawahan.

“Bukan berarti kami berani menentang instruksi Ida Sesuhunan sebelumnya, tetapi kami berharap kali ini beliau mengizinkan untuk membuat Ogoh-Ogoh. Sehingga warga Desa Adat Renon bisa ikut serta dalam lomba Ogoh-Ogoh,” jelas mantan Kelian Adat Banjar Tengah itu.

Larangan yang Tak Terhindarkan

Suarta kemudian memutuskan untuk memohon izin (Matur piuning) ke beberapa tempat suci di lingkungan Desa Adat Renon agar kejadian tahun 1986 tidak terulang lagi. Prosesi matur piuning dilakukan pada pagi hari, sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Prosesi dimulai di kuburan adat (Setra adat) Renon, namun Suarta mengalami kerauhan di lokasi tersebut.

“Menurut istri saya, saya saat itu menari-nari seperti tarian rangda. Kemudian saya seperti mendengar banyak suara di sekitarnya, dan melihat berbagai macam wajah dari yang berwajah lucu hingga menyeramkan. Suara itu seperti orang berdiskusi, dan semakin lama hanya terdengar suara seperti memberikan izin untuk melakukan pawai Ogoh-Ogoh,” ungkap Suarta.

Suarta tetap melanjutkan matur piuning ke beberapa tempat lainnya seperti Tugu Tengah, Pura Mrajapati, dan Pura Khayangan Tiga. Selama di sana, ia kembali kerauhan. Suarta merasa sudah mendapat lampu hijau untuk melakukan pawai Ogoh-Ogoh di malam harinya.

Namun, pada sore harinya, saat Suarta dan warga banjar adat bersiap-siap untuk melakukan pawai Ogoh-Ogoh, kejadian tahun 1986 terulang kembali. Warga banyak yang kerauhan, dan Ida Sesuhunan tidak berkenan untuk mesineb.

Pengurus desa, pengurus banjar, dan paiketan pemangku mengutus Kelihan Adat Banjar Tengah untuk menemui Suarta dan memintanya agar segera ke Pura Desa. Saat itulah ada pawisik dari Beliau yang menyatakan bahwa tidak diizinkan untuk melakukan pawai Ogoh-Ogoh dan Ogoh-Ogoh yang sudah jadi harus segera dibakar.

Baca Juga: Kabupaten Klungkung, Destinasi Wisata Sejarah yang Tak Terlupakan di Bali

Kesepakatan Warga dan Pembakaran Ogoh-Ogoh

Kesepakatan Warga dan Pembakaran Ogoh-Ogoh

Seluruh warga yang hadir sepakat untuk tidak melanjutkan pawai Ogoh-Ogoh demi keselamatan semua. Setelah itu, Ida Sesuhunan berkenan untuk mesineb. Kejadian belum selesai sampai di situ. Suarta mengalami kerauhan saat akan menghaturkan banten untuk Ogoh-Ogoh yang telah dibuat.

“Karena sarana upakara dan babi guling sudah terlanjur dibuat, maka saya memutuskan untuk menghaturkannya di hadapan Ogoh-Ogoh. Kemudian saya kerauhan, menari-nari seperti saat di kuburan sebelumnya,” terang Suarta.

Ia juga berteriak-teriak seraya meminta agar Ogoh-Ogoh tersebut segera dibakar, dengan terlebih dahulu melepas bunga jepun yang ada di rambut Ogoh-Ogoh. Kejadian ini sontak membuat gempar warga di sekitar kediaman Suarta.

Aura Magis yang Kental di Desa Adat Renon

Kejadian-kejadian mistis yang dialami oleh warga Desa Adat Renon semakin memperkuat keyakinan mereka akan aura magis yang kental di desa tersebut. “Aura magis atau kalau orang Bali menyebutnya tenget dari Desa Adat Renon sangat kental,” ujar Suarta.

Suarta mencontohkan, pernah ada pentas drama gong, wayang, atau lawak di desa tersebut. Saat pentas di daerah lain, pementasannya lucu. Namun, saat pentas di Desa Adat Renon, lawakan mereka menjadi hambar atau tidak menarik. “Seolah-olah seperti taksu (kekuatan magis) desa kami menarik taksu dari seniman tersebut,” jelas Suarta.

Larangan yang Tetap Berlaku Demi Keselamatan

Kisah-kisah mistis yang dialami oleh warga Desa Adat Renon menjadi dasar utama mengapa larangan pembuatan Ogoh-Ogoh tetap diberlakukan hingga saat ini. Pertimbangan keselamatan menjadi prioritas utama bagi warga desa. Mereka tidak ingin kejadian-kejadian aneh dan kerauhan kembali terulang.

Meskipun larangan ini mungkin terasa berat bagi sebagian warga, namun mereka memahami bahwa larangan ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan kedamaian desa. Mereka percaya bahwa dengan mematuhi larangan tersebut, mereka dapat terhindar dari hal-hal buruk yang mungkin terjadi.

Kesimpulan

Larangan pembuatan Ogoh-Ogoh di Desa Adat Renon mungkin menjadi pengecualian dalam tradisi perayaan Nyepi di Bali. Namun, hal ini tidak mengurangi semangat warga Renon dalam menyambut hari raya tersebut. Mereka tetap menjaga tradisi dengan cara yang berbeda, dengan mengedepankan pertimbangan keselamatan dan menghormati kearifan lokal.

Kisah larangan pembuatan Ogoh-Ogoh  di Desa Adat Renon menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tradisi dapat diinterpretasikan dan dilaksanakan dengan cara yang berbeda, sesuai dengan konteks dan kondisi masing-masing daerah. Yang terpenting adalah bagaimana kita tetap menjaga nilai-nilai luhur budaya dan kearifan lokal dalam setiap tindakan kita.

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi update terbaru tentang makanan tinggi kolagen untuk kulit glowing lainnya hanya di ALL ABOUT BALI.


Sumber Informasi Gambar:

1. Gambar Pertama dari Tribunnews.com
2. Gambar Kedua dari bali.idntimes.com

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *